Tundra Automobile pdf manual download. Zelda 1 second quest level 7 self headed limestone quarries set bersalin afiat online shakira. Leno bugatti type 51 ujas filmix soundless richelle epub mayat mati dibunuh euroviisujen. Mizzou kkk scare chem 208 quiz answers studio compressor reviews mmg self made vol. Ikan yang mengandung minyak seperti sarden dan makarel,memiliki asam lemak yang penting untuk membuat kulit ekstra lembab dan mencegah kerutan. Ikan koi tersebut bernama Hanako dari Jepang yang mati pada 7 Juli 1977. (reciprocating compressor), sekrup (screw), sentrifugal, sudu (vane). (Stoecker, 1989).
From a young age, Drew expressed disinterest in the traditional American workplace. Throughout his youth and well into his teens, he pursued a career as a banjo player. After touring with local dance bands for a number of years, he scraped together enough money to pay for a mechanical engineering degree at the University of Minnesota. Just 18 months into the program, Drew grew dissatisfied and dropped out. Instead, he turned to the local classified ads, saw a listing for a job at 3M, and decided, on a whim, to go for it, complete with a quintessential application. His boss, William McKnight, the same man who’d initially ordered Drew to cease his inventing efforts, still didn’t see the potential in this new tape, and refused to purchase a machine that would allow for its mass production. Instead of acquiescing, Drew got creative: as a researcher, he had the right to secure purchases of up to $100, so he bought the machine in parts in a series of $99 orders, then constructed it himself.
When Drew’s boss later found out what Drew he’d been up to, he rewarded him for his tenacity by establishing a new managerial at 3M: “If you have the right person on the right project, and they are absolutely dedicated to finding a solution – leave them alone. Tolerate their initiative and trust them.”. “Almost daily, new ideas sprang up for using the tape to make old things do. It was used to mend book pages, sheet music, window curtains, and even small rips in clothing.
Bankers used it to repair paper currency. Secretaries found it perfect for patching broken fingernails. Farmers discovered they could use it to seal cracked eggs.
Housewives used it to cap canned milk, remove lint from clothing, secure bait on mousetraps, and repair cracked ceiling plaster. Goodyear used the tape to cover the inner ribs and beams of its dirigibles, creating an anti-corrosive shield.”. Introduction Eczema is a chronic, inflammatory skin disorder. It can appear as blisters that crust over to become scaly, itchy rashes, or as dry, thick patches of skin with scales. The main symptom is itching, and symptoms can come and go. Although eczema is not contagious, it is very common. Estimates are that more than 15 million people in the United States have eczema.
People with eczema often have a personal or family history of allergies. There is no cure, however, treatments can reduce symptoms and help prevent outbreaks. Signs and Symptoms The most common signs of eczema are:. Dry, extremely itchy skin. Blisters with oozing and crusting. Red skin around the blisters.
Raw areas on the skin from scratching, which can cause bleeding. Dry, leathery areas that are either darker or lighter than their normal skin tone (called lichenification).
Scaling, or thickened skin Eczema in children under 2 years old generally starts on the cheeks, elbows, or knees. In adults, it tends to be found on the inside surfaces of the knees and elbows. Causes Researchers don’t know for sure what causes eczema. It may be a combination of hereditary (genetic) and environmental factors. In some people, having allergies may trigger eczema. Exposure to certain irritants and allergens can make symptoms worse, as can dry skin, exposure to water, temperature changes, and stress. Risk Factors.
Young age - infants and young children are most affected (about 65% of cases occur before age 1, and about 90% occur before age 5). Exposing skin to harsh conditions. Living in a climate with low humidity. Personal or family history of allergies to plants, chemicals, or food. Not getting enough of certain vitamins and minerals (for example, zinc). Living in an urban, rather than rural, area Stress can make eczema worse. Other irritants that can make eczema worse include:.
Andri Rizki Putra, 23, mengidamkan sistem pendidikan yang jujur. Bukan hanya berharap, dia memilih untuk mendirikan lembaga pendidikan sendiri yang mengutamakan kejujuran murid-muridnya.
BUNYI lonceng di salah satu sudut sekolah menandai berakhirnya ujian nasional (unas) pada pertengahan 2006 lalu. Andri Rizki Putra yang saat itu masih SMP bergegas keluar kelas. Terik siang yang menyelimuti Jakarta kala itu menemani langkah kakinya yang cepat menyusuri teras-teras panjang kelas. Dia buru-buru ingin bertemu kepala sekolah. Belum sampai mengetuk pintu ruang kepala sekolah, dia bertemu salah seorang guru. ”Kenapa ingin ke kantor kepala sekolah?” tanya sang guru. Tanpa takut, remaja dengan seragam putih biru itu bilang bahwa dirinya ingin mengadukan buruknya sistem ujian nasional.
Bagaimana bisa, tanya Rizki, guru-guru tutup mata bahwa murid-murid peserta ujian menyontek dengan bebas? Bahkan, guru mengirim kunci jawaban lewat pesan pendek?
”Buat apa pintar kalau didapat dari ketidakjujuran?” tegasnya. Bagi Rizki, apa yang dia alami adalah suatu yang tidak masuk akal. Apalagi, saat sang guru justru balik bertanya kenapa. ”Kenapa Rizki tak bilang ke saya (untuk dapat sontekan)? Nanti pasti kamu dapat nilai yang lebih bagus,” kata guru itu, lantas mencegah Rizki bertemu kepala sekolah.
Padahal, tanpa menyontek, Rizki bisa lulus dengan nilai bagus. Rata-rata nilai yang dia dapatkan dalam tiga mata pelajaran, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan Matematika, adalah 8,75. Ironi tak mandek di situ. Teman-teman sekolah Rizki yang notabene siswa salah satu SMP unggulan di Jakarta Selatan justru mengucilkannya. Tentangan sosial membuat hari-hari kelulusan semakin berat. Sempat dia berpikir hendak melapor ke Indonesia Corruption Watch (ICW) dan mengekspose ke media, namun ditahan orang-orang dekatnya. Rizki drop dan depresi.
Dia menghabiskan masa-masa menjelang SMA dengan mengurung diri di kamar dan enggan keluar rumah. Saat masuk SMA pada 2006 juga, Rizki merasakan kekosongan hati yang luar biasa. Meski diterima di SMA unggulan, mendapat beasiswa prestasi, dan mencetak nilai tertinggi, dia sudah tak bersemangat sekolah. Akhirnya Rizki hanya satu bulan di SMA dan memilih putus sekolah. Kepercayaannya terhadap sekolah formal luntur. Namun, jangan dikira Rizki akan menyerah untuk mendapat pendidikan. Dia meyakinkan sang ibu, Arlina Sariani, 50, bahwa dirinya mencari pola belajar dengan caranya sendiri.
”Saya menamakan jalur pendidikan SMA saya adalah unschooling,” ceritanya saat ditemui Jawa Pos di Grand Indonesia akhir pekan lalu (26/7). Bukan homeschooling yang harus membayar mahal biaya pendidikannya. Bukan juga bimbingan belajar yang masuk pendidikan nonformal. Unschooling merupakan jalur pendidikan tanpa lembaga, bahkan tanpa pengawasan orang tua. Dia belajar sendiri di rumah.
Sumber pendidikannya dia raih dari membaca dan mempelajari buku-buku bekas dari saudara-saudaranya. Sebetulnya unschooling yang dijalani Rizki merupakan program pemerintah untuk pendidikan informal berupa pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM). Sistem itulah yang melahirkan ijazah paket. Sayang, ijazah paket sudah kadung bercitra negatif. Hanya karena lulusan ijazah paket, mayoritas anak-anak putus sekolah dan tak mampu secara akademik. Akses ke perguruan tinggi juga susah karena beberapa kampus tidak menerima pelamar dengan ijazah tersebut. Selain research melalui internet, Rizki pergi ke dinas pendidikan untuk meyakinkan tetap bisa mengikuti ujian kesetaraan dengan pola pendidikan seperti itu.
Bahkan, dia tertantang mengambil ujian paket C setara SMA dengan sistem akselerasi. Ternyata, diknas mengizinkan Rizki dengan beberapa syarat. Salah satunya, mengikuti placement test yang berisi ujian akademik dan tes IQ. Rupanya Rizki berhasil melampaui syarat ujian paket kesetaraan di bawah 17 tahun. Untuk lolos tes paket, dalam sehari dia menghabiskan 22 jam untuk belajar.
Dia melumat pelajaran yang normalnya diambil tiga tahun menjadi setahun saja. Pelajaran yang dirasa sulit dia cari jawabannya lewat internet. Dia juga rajin membaca surat kabar. ”Ujian paket seharusnya juga lebih sulit karena saya harus belajar enam mata pelajaran.
Sebaliknya, ujian nasional hanya tiga mata pelajaran,” tuturnya yang saat ditemui mengenakan setelan jaket kuning dan celana jins warna cerah. Begitu hasil ujian paket keluar, Rizki mencetak nilai sangat tinggi dengan rata-rata 9 tiap pelajaran. Dia lulus SMA pada usia 16 tahun!
”Saat itu pun pengawas ujian sempat menyodori saya kunci jawaban agar saya lulus. Pasti saja saya tolak,” ujarnya, lantas tersenyum mengenang kisah ironi itu. Pendidikan pun dia dapatkan dengan sangat murah. Selama unschooling, dia hanya mengeluarkan biaya Rp 100 ribu. ”Untuk fotokopi ijazah,” candanya. Pada 2007 Rizki tembus SNM PTN dan diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI).
Bahkan, dekan fakultasnya heran karena ada mahasiswa dengan ijazah paket. Toh, pada 2011, pada usia 20 tahun, dia justru menjadi lulusan terbaik dengan predikat cum laude. Pengalaman panjangnya dalam bersekolah itu memicu Rizki untuk membuat sekolah gratis.
Tak sekadar gratis, dia membantu murid-muridnya mendapatkan ijazah paket A, B, dan C. Yayasan pertama yang dia dirikan adalah masjidschooling. Dia menamai masjidschooling karena proses pembelajarannya bertempat di teras Masjid Baiturrahman di bilangan Bintaro. Rizki pun menjadi guru bagi puluhan muridnya yang putus sekolah.
Selain itu, dia dibantu mengajar oleh ibu-ibu rumah tangga dan para mahasiswa STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara). Hingga kini masjidschooling berjalan empat tahun. Selain samping itu, Rizki yang saat ini menjadi konsultan di firma hukum Baker and MzKenzie juga menjadi founder Yayasan Pemimpin Anak Bangsa (YPAB) pada 2012. Berbeda dengan masjidschooling yang cenderung segmented untuk warga muslim karena dikelola ibu-ibu pengajian, YPAB lebih plural. Konsep pendidikan di YPAB juga fleksibel. Sebab, tutor di YPAB merupakan anak-anak muda berusia 20–30 tahun dengan berbagai latar belakang pendidikan dan profesional.
Mereka menjadi relawan setia yang mengajar tanpa bayaran. Terkadang Rizki juga menjalin kerja sama dengan relasinya di luar negeri seperti Meksiko dan Malaysia untuk mengajar di YPAB. Tidak pelak, murid-murid putus sekolah yang selama ini dipandang sebelah mata oleh masyarakat akhirnya mau tidak mau belajar ngomong Inggris. Yang membanggakan, sudah banyak murid ” schooling” Rizki yang ”naik kelas”. Dari tukang jual koran menjadi pegawai admin di media. Dari pembantu rumah tangga (PRT) menjadi admin di perkantoran. Bahkan, Prihatin, salah seorang murid yang sehari-hari berjualan pisang goreng di Tanah Abang, menjadi peraih nilai ujian nasional paket B tertinggi nasional.
Kini Prihatin melanjutkan paket C. Dua murid lainnya yang bekerja sebagai PRT, ungkap Rizki, akan melanjutkan kuliah. Kendati demikian, mengembangkan YPAB hingga memiliki ratusan murid dari hanya dua murid bukan hal mudah. Banyak pula tekanan dari masyarakat.
Misalnya, warga pernah memprotes Rizki karena mengira yayasannya adalah tempat berbuat mesum. Sebab, awal-awal berdiri, proses pembelajaran YPAB di dalam kamar dan garasi. ”Pernah juga dikira tengah melakukan kristenisasi dengan antek-antek asing,” papar Rizki yang ingin melanjutkan kuliah school of education di Amerika Serikat.
Namun, semua itu dilalui dengan baik. YPAB kini memiliki beberapa cabang. Selain di Tanah Abang, juga di Bintaro, kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan Medan. Rencananya Rizki juga mendirikan YPAB di luar Jawa. Dari sisi kurikulum, selain menggenjot kemampuan bahasa, dia akan menambahkan praktik entrepreneurship. ”Saya tidak memaksa murid untuk punya nilai bagus.
Tapi, menekankan pentingnya kejujuran. Lihat, koruptor itu adalah orang-orang pintar, namun sudah tidak jujur sejak dalam pikiran,” tegas Rizki yang juga giat di Brunch Club, komunitas pencetus ide-ide pemula bisnis TI atau Start Up itu. Antiseptik berasl dari bahasa Yunani yang secara singkat berarti kuman. Senyawa itu digunakan pada jaringan hidup atau kulit untuk mengurangi kemungkinan infeksi atau berkembangnya kuman. Harus dibedakan antara antiseptik dengan antibiotik yang berperan untuk membunuh kuman di dalam tubuh dan desinfektan, yaitu senyawa yang membunuh kuman dari benda mati. Beberapa jenis antibiotik ada yang berperan membunuh bakteri, ada juga yang hanya menghambat pertumbuhan bakteri. Rivanol Adalah zat kimia(etakridinlaktat) yang mempunyai sifat bakteriostatik(menghambat pertumbuhan kuman).
Biasanya lebih efektif pada kuman gram positif daripada gram negatif. Sifatnya tidak terlalu menimbulkan iritasi dibandingkan dengan povidon iodin. Antiseptik tersebut sering digunakan untuk membersihkan luka. Rivanol lebih bagus untuk mengompres luka atau mengompres bisul, sedangkan povidon iodin lebih bagus untuk mencegah infeksi. Serbuk rivanol berwarna kuning dengan konsentrasi sekitar 0,1% berperan dalam membunuh bakteri, namun tidak dapat digunakan untuk mengatasi kuman jenis tuberkolusis.
Dengan demikian tidak efektif untuk mengatasi infeksi kulit yang disebabkan oleh kuman tuberkolusis. Rivanol juga tidak dapat digunakan untuk mengatasi virus. Kegunaan antiseptik itu untuk membersihkan luka borok dan bernanah. Salah satu penggunaannya adalah untuk melakukan rendam duduk pada penderita bisul yang berada di dekat anus. Rivanol digunakan bila luka tidak terlalu kotor, dengan menggunakan kassa tutup luka tersebut. Jika luka sangat kotor, sebaiknya bersihkan dulu dengan air mengalir, dan pemilihan penggunaan antiseptik adalah dengan povidon iodin.
Alkohol Merupakan jenis antiseptik yang cukup poten. Bekerja dengan cara menggumpalkan protein, struktur penting sel yang ada pada kuman, sehingga kuman mati. Kulit manusia biasanya tidak terpengaruh oleh alkohol, sehingga kulit tidak mengalami penggumpalan protein.
Keuntungan lain alkohol adalah kemampuannya dalam mematikan kuman dengan cara meracuni, bukan melarutkan, sehingga relatif aman untuk kulit. Tidak semua kuman mati dengan pemberian alkohol, namun setidaknya alkohol dapat berperan dalam menghambat pertumbuhan kuman. Alkohol berperan dalam menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakkan banyak jenis mikroorganisme, termasuk bakteri, jamur, virus, dan protozoa. Jenis alkohol yang digunakan biasanya adalah jenis etil alkohol atau etanol, dengan konsentrasi optimum 70%. Harus diperhatikan bahwa penggunaan obat tersebut pada kulit yang terkelupas dapat menimbulkan rasa terbakar, sehingga sebaiknya dihindari.
Jangan salah menggunakan jenis metil alkohol atau dikenal dengan metanol. Alkohol jenis itu biasanya digunakan dalam industri dan tidak boleh digunakan sebagai antiseptik, karena dosis rendahnya saja dapat mengakibatkan masalah penglihatan dan gangguan saraf. Povidon Iodin Merupakan kelompok obat antiseptik yang dikenal dengan iodophore, biasanya orang mengenalnya sebagai betadine. Zat kimia itu bekerja secara perlahan mengeluarkan iodine, antiseptik yang dapat berperan dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman seperti bakteri, jamur, virus, protozoa, atau spora bakteri. Terdapat berbagai bentuk sediaan betadine. Misalnya betadine yang dicampur dengan solusi alkohol, biasanya digunakan untuk pembersih kulit sebelum tindakan operasi. Sedangakan pada kondisi teradapat darah atau nanah, dan jaringan yang mati, betadine masih memiliki efek jika warnanya masih tampak.
Sehingga jika luka diberikan betadine, dan masih muncul nanh, artinya pembersihan luka menggunakan betadine harus diulang kembali. Betadine tidak boleh digunakan jika terbukti alergi terhadap yodium. Tanda alergi di antaranya kulit menjadi merah, bengkak, atau terasa gatal. Penggunaan yang sering dan terus-menerus harus dihindari jika pada saat yang bersamaan penderita juga mengkonsumsi obat lithium (biasanya mereka yang mengalami gangguan jiwa). Seseorang yang sedang mengalami masalah dengan kelenjat tiroid dan perlu melakukan pemeriksaan kadar yodium dalam tubuh sebaiknya menghindari penggunaan betadine. Yodium yang terserap, kemungkinan dapat mengaburkan kadar pasti yodium di dalam tubuh.
Padahal kadar tersebut diperlukan untuk menentukan terapi yang diberikan. Antiseptik jenis ini memiliki keunggulan dengan antiseptik jenis lain, karena jenis kuman yang dapat diatasi variasiny lebih banyak. Antiseptik yang mengandung merkuri Di antaranya adalah sublimat dan merkurokrom (obat merah). Sublimat berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur, selain itu juga berguna untuk mencuci luka.
Senyawa itu merangsang kulit dan sering menimbulkan alergi. Karena mengandung merkuri, sebaiknya menghindari penggunaan obat tersebut. Karena merkuri diyakini dapat mengakibatkan berbagai jenis efek samping yang serius. Merkurokrom (obat merah) dahulu sering digunakan, karena dapat mempercepat keringnya luka.
Di luar negeri obat merah sudah dilarang karena mengandung merkuri dan berbahaya untuk tubuh. Hal tersebut yang harus diperhatikan. Jika masih ada yang menggunakan obat itu sebaiknya segera dihentikan. Selain itu manfaatnya dalam menghambat perkembangan bakteri juga lemah. Hidrogen Peroksida Digunakan dalam kadar 6% untuk membersihkan luka.
Dalam kadar 1-2% biasanya digunakan untuk keperluan membersihkan luka yang sering terjadi di rumah. Misalnya terkena pisau, atau luka lainnya. Efek samping penggunaan hidrogen peroksida, dapat menimbulkan jaringan parut setelah luka sembuh. Selain itu bisa memperpanjang masa penyembuhan.
Biasanya digunakan untuk mengatasi jenis kuman anaerob atau yang tidak membutuhkan oksigen. Hidrogen peroksida sebaiknya digunakan dengan air mengalir dan sabun untuk menghindari paparan berlebihan pada jaringan manusia.
Kali ini saya akan membagikan tips seputar penanganan dan perawatan luka luar yang terinfeksi. Langsung ke “TKP”, apasih luka itu,ciaaa masih aja ada yang nanya.Bagi yang belum tau luka itu apa nih definisinya. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan.
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Nah sekarang sudah tahu kan. Dalam kondisi normal luka akan sembuh dengan sendirinya dengan catatan luka di rawat dan dijaga kehigenisannya (kok kaya makanan). Tetapi bagaimana kalau terlanjur terinfeksi, mari kita bahas.
Apa sih ciri-ciri luka yang terinfeksi, sbb: Ciri awal yang ditunjukan adalah luka tidak kunjung mengering setelah minimal seminggu diobati dengan cairan antiseptik, ditandai rasa gatal dan terus keluaran cairan bening dari luka tersebut. Dan bila kondisi ini tidak segera ditindak lanjuti maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Pertama luka tampak seakan mengering dengan ditandai jaringan luka yang terlihat mengering, namun sebenarnya di dalam lapisan itu sedang terjadi proses infeksi yang lebih kuat, bukan sekedar cairan bening lagi yang keluar melainkan cairan nanah bercampur darah yang akan keluar bila lapisan kering tersebut di tekan atau dipencet.
Kondisi kedua adalah tidak ada gejala lapisan luka yang mengering namun lukaakan tampak basah dan cenderung semakin meluas jaringan lukannya dan ditandai juga dengan keluarnya nanah. Terus bagaimana cara mengatasinya??? Ok saya akan coba share bagaimana cara mengatasinya berdasarkan pengalaman pribadi saya.
Check this out:. Pastikan luka yang akan dirawat telah di bersihkan sebersih bersihnya, jangan gunakan air untuk proses pembersihan luka ini, gunakanlah cairan rivanol. Untuk langkah awal setelah infeksi adalah gunakan kain kassa yang di basahi rivanol/basahi seluruh bagian kassa lalu kompres luka yang terinfeksi tadi dengan menaruh kassa yang sudah dibasahi rivanol tadi diatas luka, diamkan sekitar 3 menit kemudian tekan secara perlahan ke semua sisi luka dengan maksud agar kotoran dan sisa sisa nanah keluar kemudian angkat kain kassa tersebut. Kemudain penting untuk dilakukan adalah mengeringkan luka yang sudah dikompres rivanol tersebut dengan cara diangin anginkan, pastikan luka sudah benar benar kering dari cairan rivanol. Karena luka sudah terinfeksi maka tidak cukup dengan menggunakan betadine atau obat merah saja, untuk hal ini gunakan salep khusus luka infeksi, yang saya pakai adalah salep luka kemicitine/kalmicetine.
Salep ini khusus untuk luka infeksi, gunakan secukupnya saja sampai rata keseluruh permukaan luka dan sekitar luka. Setelah langkah satu dan dua maka langkah selanjutnya adalah membungkus luka dengan kain kassa steril, jangan membungkus terlalu rapat karena hal ini justru akan memperlambat proses penyembuhan dikarenakan kelembapan yang ditimbulakn dari menutup luka yang terlalu rapat, longgardan santai saja yang terpenting luka tertutup sempurna. Langkah yang paling istimewa dari ketiga langkah di atas adalah berdoa memohon kesembuhan kepada Yang Maha Kuasa. Karena segala kekuasaan serta kesembuhan ada ditanganNya. Nah, biasanya setelah melakukan tahapan-tahapan tersebut dalam 3 hari Insya Allah akan menunjukan tanda-tanda positif.
Ditandai dengan mengeringnya luka di mulai dari sisi luar. Hilangnya gejala merah merah disekitar luka, dan luka tampak lebih indah dari sebelumnya he he J. Kalau sudah begini ucapkanlah syukur, dan hentikan pemakaian salepnya lanjutkan dengan penggunaan betadine/obatmerah serta terus dijaga kebersihan lukannya sampai benar benar sembuh,usahakan jangan terkena air dulu kalu belum benar benar kering. Simple dan mudah bukan.
Selamat mencobadan lekas sembuh. Mecca City Council complains of Ramadan food waste Ramadan, the Muslim fasting month, promotes self-denial, but Mecca City Council in Saudi Arabia is complaining that it's having to deal with ever greater amounts of food waste. Council official Osama al-Zaytuni told the Arab News website that refuse workers collected 5,000 tonnes of waste in the first three days, 'not including 28,000 sheep carcasses'. The council of Islam's holiest city has installed 45 waste compressors near the Central Mosque and sent out an extra 8,000 street-cleaners for the duration of the holiday to try to cope with the problem. A study by King Saud University rates Saudi Arabia as the biggest waster of food in the world, with 30% of the four million dishes prepared during Ramadan being thrown away uneaten at a cost of 1.2m Saudi Riyals (£187,000; $320,000). Specialists blame the Ramadan practices of buying too much food in advance, cooking fresh each day rather than using leftovers, and donating more produce to the poor than charities can distribute.
The government has appealed to people to cook smaller meals, and is investing in an organic fertiliser factory to absorb some of the waste. Saudi Arabia is not alone in this. The Middle Eastern environmental group EcoMena says a quarter of the food prepared in Qatar during Ramadan is thrown away, and Abu Dhabi's Food Control Authority has issued tips on how to reduce the amount that goes to waste. There is More Than One Way To Sterilize a Wound I know. If I steer away from the beloved alcohol post, you won't be able to enjoy the bitter beer face anymore. Don't cry, moving on is an important part of life. Yes, the sensational appeal of an old scary man bringing his bottom lip up high enough to swallow his whole head just brings tears to our eyes, but.
No more beer for you!;) Since, alcohol is such a volatile substance to be pouring on any wound, I'm going to move to more gentler and practical means of sterilizing and cleaning wounds. Cleaning wounds: Everyone loves having their wounds cleaned, especially when we have to take a wire scrubbing brush to them just to clean out the debris and dirt. In a different post, I will discuss the need for analgesics and the favorite question of how to administer lidocaine. Although, if you were wondering, it would be good to have 1% Lidocaine and topical Lidocaine gel in your trauma kit. Otherwise, your patient, if they are still conscious when you start messing with their wound is going to beat you like a red-headed stepchild in a drunk family. So moving on to wound irrigation and cleaning.
I, personally have a dozen lactate ringers, three dozen normal salines, and a bunch of contact lens cleaner (works just as good) in my personal kit for wound irrigation. But I like irrigating wounds, it's fun to watch big chunks of crap fly out an open wound to hit your assistant. Rule one of proper wound irrigation: Aim the irrigation so that it sprays and hits your partner. It never gets old. Tap water also can be used to clean a wound as long as there has been no earthquake or radiation in the area. Tap water is obviously not as good as sterile saline, but oh, well.
If you're not a wound cleaning junkie like me, then you might not have the solutions on hand. But just for the heck of it, a good home solution for wound cleaning is tap water and Johnson & Johnson Baby Shampoo.
People always ask me about Hydrogen Peroxide (H2O2) in connection with it being an antiseptic, because they see it a lot be mixed with water and used to flush out some wounds, especially things within the ear. It's a good cleaner, just as water is a good cleaner. Yet, unfortunately, H2O2 isn't that great as an antiseptic, because it has only minimal bactericidal effects, especially the dilutions of less than 3%, but it does make cleaning the infection funner.
Ahem, I meant easier. Ever wondered why hydrogen peroxide foams: Cells contain an enzyme known as catalase, which floats around in wounds and also many bacteria are catalase formers. When catalase and peroxide come in contact with each other, they react to form water (H2O) and Oxygen (O2). The bubbles that you see are oxygen being released from the liquid. A good way to test this is to put hydrogen peroxide on a cut potato.
Cut potatoes are rich in catalse. So all in all, it really doesn't do jack, but watching it bubble makes us feel better.
So you clean the wound by hosing it down with enough saline to hydrate a dehydrated camel (yes, they too can get dehydrated), and remove all of the debris. Anyway back to the real reason why I wrote this post: Antiseptics. There are many great antiseptics out on the market today, most of which have been tried and tested in clinical studies. According to the Wound Health Society, the best antiseptics would be Chlorhexidine, Cadexomer iodine, Ethacridine Lactate, Polyhexanide, and Betadine (which is 10% Provodine Iodine). I prefer Cadexomer then Chlorhexidine then Ethacridine (for topical wounds) and Polyhexanide (name brand is Pronotosan, and is good for wound cleansing).
The effects of betadine are not lasting and it has to be applied without re-introducing more bacteria to the area. (Note: On the other hand, the shelf life of betadine is one of the longest.) I want to add to this list also a gentle antiseptic benzethonium chloride which is a great antibacterial solution for children that can be also used as a hand sanitizer. (Note: alcohol based hand sanitizers can be used as well for would disinfection, but like the regular alcohol: they will burn like a Biggest Loser workout.) Benzethonium Chloride can be found in products from a company called Pureworks. On the natural end of things, I would say 10% Calendula officinalis (pot marigold) and Manuka Honey. Here are a couple links scientifically comparing many of the different types of antiseptics and wound treatments, just for the fun of it: Antiseptics on Wounds, Part 1 Antiseptics on Wounds, Part 2 Emerging Treatments in Diabetic Wound Care What?
You thought I would write more? Eh, I'm being lazy today. But I will leave you with this wonderful add put out by some very well meaning individuals. For some time now, I’ve been looking for a better way to capture incredible lightning photos other than pushing the shutter button over and over hoping to catch a bolt. The image on the left was a 15-second exposure that luckily captured two lightning bolts in the same frame.
The third bolt was added from a second frame a few minutes later. Some commercial are available, if you’re willing to part with a few hundred dollars, which I was not, for an experimental endeavor. So I started researching home brew solutions that would allow me to tinker while also saving a bunch of money.
Enter: – a powerful open source prototyping platform utilizing ATmega programmable microcontrollers. At this point I would like to thank for his incredible work on the original iteration of this shutter trigger, which over the last few years he has developed into a full blown automatic triggering solution using any number of inputs including light, laser, sound, or motion, now known as. That all said, I didn’t need high speed flash/camera triggers for photographing things blowing up (although it sounds like a lot of fun), or the tons of features and options of the Camera Axe. However, I did want a solution versatile enough to modify or add on to later, if I wanted. So I bought an Arduino UNO board with an ATmega328, dusted off my old breadboard, and started experimenting with a few components.
In the end, I ended up with a circuit based on Maurice’s original design, but incorporating some of the tweaks from his newer circuits, and an optimized version of code. Details below show how you can make your own. Note that mine is based on inputs for my Canon 40D (now using the ). The real test comes after graduation.
Photo: Craig Abraham The dangerous furphy that the Chinese system of education is one to be admired and emulated, something teacher Christopher Bantick clearly wants us to do judging by his opinion article on these pages this week, was addressed at a recent Regional Conference of the Council of International Schools held in Adelaide. Here were gathered educators from all over the globe, from schools that were variously religious and non-denominational, government-run and those driven by profit. It represented a broad church.
Our presenters were similarly eclectic. Their common theme was the nature of education in the globalised context of the 21st century.
Associate Professor Lucas Walsh, Associate Dean at Monash University, reminded us of the realities of the job market for young people. How, for instance, can you plan a life around casualised employment which is the growing prospect for our graduates? What are your thoughts about a system that pushes you towards the tertiary pathway and then reneges on the promise which a university education is meant to fulfil?
There is evidence that young people are losing faith with advanced economies and you only need to be paying cursory attention to recent events to know where that might lead. Legitimately, young people want to know what's in it for them. This is not narcissism but a realist response to a system (vide rampant tax avoidance) which shows few signs of social responsibility.
Bantick seems more than content to force-feed his students content, like so many pedagogical foie gras geese. It is all about ATAR and NAPLAN for him. The ATAR is the ne plus ultra, being the key to admission to 'desirable universities'. Which, please, are these? And having gained entry into ATAR heaven, what happens then? The statistics are damning in the case of private schools for which parents have shelled out big time.
Having gained entry to one of those 'desirable' institutions, the kids drop out in droves. Very possibly because Bantick and his kind (it is the whole content-driven curriculum, really) have not equipped their students with those qualities of which Bantick is so contemptuous. Things like 'leadership and personal development, confidence and resilience, wellness and a social conscience'. God forbid that we equip our students with the latter.
For might not our charges then turn bolshie and question the premise of rank materialism, the celebrity culture and democracies which are sometimes anything but. I don't believe you can smugly dismiss such scepticism as 'little more than New Age holistic pedagogic twaddle' as Bantick seems to want to do. Another speaker at the CIS conference, Martin Westwell, Director of the Flinders Centre for Science Education in the 21st Century, had some surprising things to say about PISA data. PISA is the OECD Program for International Student Testing and assesses 15-year-old students for their capabilities in mathematics, reading, science literacy and, latterly, general problem solving. That Australian kids do not do as well as those in Shanghai and Finland has our educational bureaucrats in something of a lather. Westwell pointed out, however, that a high PISA score was in inverse proportion to student interest.
Another alarming graphic which Professor Yong Zhao from the University of Oregon likes to present depicts the level of creativity in children at pre-school age and maps it into retirement age. Basically creativity plummets the moment kids enter school, bottoms out during their working life and only recovers after retirement.
Every one of the speakers at the conference emphasised creativity, along with adaptability and intercultural communication, as being essential tools for the 21st century graduate. Bantick, by contrast, says that what 'China does superbly well is focus on the main game'. This, you have to surmise, is the game of scoring grades which are indicative of little else than the ability to ingest information and regurgitate it on command. Don't we have the internet for that? Back at the CIS conference, we were left to consider the words of Pascale Quester, Deputy Vice-Chancellor at the University of Adelaide.
We need, she said, to abandon the traditional one-size-fits-all model which is gender-biased and allocates a punitive role to assessment, for a new paradigm which is learner-focused, experience-based and flexible in delivery. In this way might young people be reconnected with a body politic in which they perceive themselves to have a clear investment.
Simon Hughes teaches English and History at McKinnon Secondary College in Melbourne. POLEWALI MANDAR, KOMPAS.com — Kecewa karena tak mendapat dukungan suara dari orangtua siswa pada pemilu legislatif lalu, seorang caleg yang juga pemilik yayasan pembina sejumlah sekolah di Kecamatan Campalagian, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, menutup paksa sekolah yang sudah dibinanya sejak belasan tahun lalu. Para siswa yang datang pun bingung lantaran sekolah mereka ditutup, sementara peralatannya diboyong pemilik yayasan ke tempat lain. Para siswa ini kemudian hanya bermain-main di sekitar sekolah sebelum kembali ke rumah.
Meski tak ada sarana bermain seperti ayunan atau perosotan, mereka tetap bersemangat bermain bersama teman-temannya di halaman rumah warga. Mereka baru pulang ke rumahnya setelah lelah bermain. Asliah, salah satu orangtua siswa, mengaku kecewa karena anaknya ditelantarkan seperti anak ayam kehilangan induknya.
Mereka datang, tetapi sekolah mereka ditutup. Tak satu pun pengelola yayasan yang datang. Selain ditutup tanpa penjelasan, sarana di sekolah juga telah dibawa pergi. “Kasihan anak-anak.
Ke sekolah, tetapi sekolahnya ditutup. Tak ada pengelola yayasan yang hadir.
Saya berharap pemerintah turun tangan menyelesaikan masalah ini. Jangan menelantarkan anak-anak yang juga berhak sekolah,” ujarnya. Asliah mengaku bingung dalam menyekolahkan anaknya lantaran tak ada TK terdekat dari rumah mereka. Untuk menyekolahkan anak di TK lain, Asliah mengaku harus menambah biaya lagi, termasuk biaya transportasi.
Syamsuddin, warga lainnya, juga menyesalkan langkah penutupan sekolah hingga membuat para siswa bingung. Selain sarana bermain yang telah diboyong, ruangan belajar di kolong rumah juga tidak lagi diisi bangku-bangku dan meja siswa serta sarana bermain lainnya.
Ruangan tersebut sekarang digunakan warga sebagai gudang penampungan barang. “Kata para orangtua siswa, pemilik yayasan kecewa dan menutup sekolahnya karena menilai orangtua siswa tak memberi dukungan pada pileg lalu,” ujar Syamsuddin, warga Campalagian lainnya.
Mengaku kecewa Saat ditemui di rumahnya, pemilik Yayasan Al Madjidu, Hasnah, mengaku sangat kecewa karena tak banyak orangtua siswa yang mendukungnya pada saat ia maju sebagai salah satu caleg dapil Campalagian pada pemilu legislatif lalu. Hasnah mengaku sudah memberi yang terbaik kepada warga selama belasan tahun, melalui pendidikan gratis di yayasannya, termasuk mendidik warga buta huruf di desanya.
Namun, mereka dinilai tidak memberi dukungan politik apa pun terhadap dirinya sehingga gagal melenggang ke gedung Dewan. Oleh karena itu, Hasnah untuk sementara menutup sekolahnya dengan maksud memberi pelajaran kepada warga dan para orangtua siswa. Dia berharap, penutupan sementara ini bisa membuat para orangtua siswa menghargai sosok yang layak karena memberikan jasa dan keringatnya, bukan karena imbalan materi sesaat.
“Ini bukan ditutup, tetapi pending jera untuk memberi pelajaran kepada masyarakat,” ujar Hasnah. Dalam pileg lalu, meski jumlah penduduk di sekitar lokasi sekolahnya mencapai 400 pemilih, Hasnah hanya mendapat enam dukungan suara.
![]()
Atas tindakan Hasnah, sejumlah orangtua siswa mengaku kecewa. Mereka menilai Hasnah tidak bertanggung jawab dan menelantarkan siswanya. Sejumlah orangtua siswa pun mengatakan akan mendirikan sekolah sendiri agar masa depan pendidikan anak-anak mereka tidak terbengkalai. Merdeka.com - Sekitar seratus polisi dan Petugas Direktorat Pengamanan Badan Pengusahaan Batam menjaga ketat akses menuju Bandara Internasional Hang Nadim Batam setelah tersebar kabar seorang calon legislatif gagal mengarahkan massa ke tempat tersebut. Polisi yang berjaga sejak Selasa pagi juga dilengkapi dengan kendaraan penghalau massa (watercanon), sebagian juga menggunakan senapan gas air mata.
'Kami mengantisipasi agar massa tidak masuk ke kawasan bandara. Karena akan sangat mengganggu kenyamanan calon penumpang,' kata seorang polisi seperti dikutip dari Antara, Selasa (29/4). Pihak bandara menyatakan juga mendapat informasi pemblokiran oleh massa dari salah seorang calon anggota legislatif yang dinyatakan gagal. 'Infonya dia (caleg gagal) mengarahkan massa ke bandara. Mereka mau memblokir bandara,' kata Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Humas BP Batam Dwi Djoko Wiwoho. Bandara Internasional Hang Nadim Batam dikelola langsung oleh BP Batam dan Kementerian Perhubungan, bukan oleh PT Angkasa Pura. 'Kami juga menyiagakan sejumlah petugas dari Direktorat Pengamanan BP Batam untuk membantu polisi berjaga-jaga,' kata dia.
Djoko mengatakan belum mengetahui jumlah pasti petugas Ditpam yang diperbantukan untuk mengamankan bandara. Hingga sekitar pukul 10.00 WIB suasana jalan menuju bandara masih kondusif meski informasi yang beredar massa akan mendatangi bandara sekitar pukul 09.30 WIB.
Sejumlah polisi juga masih terus berdatangan secara bertahap dan berjaga pada simpang empat yang menjadi satu-satunya akses menuju bandara. Beberapa pengguna jalan sempat berbalik arah setelah mengira ada razia kendaraan bermotor. Berdasarkan informasi, selain di bandara pengamanan ketat juga terlihat pada sejumlah pelabuhan di Batam. Kupasbengkulu.com – Istri salah seorang caleg di Kabupaten Kaur, inisial NI sejak diketahui suaminya kalah dalam pemilu melakukan tindakan tak normal dengan mendatangi rumah warga membawa al-quran meminta uang yang pernah ia berikan dikembalikan. Salah satu warga setempat Ana (38) membenarkan kalau memang benar salah satu isteri caleg yang kalah di desanya sendiri kerap meradang dan menagis histeris. Menurut kesaksiannya setelah penghitungan suara di desanya sendiri ternyata hasil suara Caleg tersebut kalah. Menurutnya setelah isterinya mengetahui hasil pemungutan suara atas nama suaminya kalah di desa tempat tinggal mereka sendiri istrinya histeris dan menangis.
Sebelum pemilihan ia memberi warga uang, tapi kenyataannya hasil suara yang memilih caleg tersebut tidak sama dengan banyaknya warga yang mereka beri uang. Pagi-pagi sekali isteri caleg tersebut menaiki rumah warga dengan menangis untuk meminta kembali uang yang telah ia berikan dengan membawa sebuah Al-quran. “Memang benar ada isteri caleg yang setelah pemilu Kamis (9/4/2014) pagi-pagi sekali ia menaiki rumah warga yang telah ia beri uang dengan membawa sebuah Al-Quran dan mengambil kembali uang yang ia berikan sebelumnya,” tutur salah satu warga Ana (38) Kamis (17/4/2014). NUNUKAN, KOMPAS.com — Muhammad Jafar, calon anggota legislatif nomor 7 dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), untuk DPRD Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, meminta kembali dana “politik uang” yang disebarnya saat masa tenang. Tuntutan itu disampaikannya setelah mengetahui perolehan suaranya di TPS 7, Kampung Nelayan Mansapa, Nunukan, hanya dua suara. Kaharuddin, warga Kampung Nelayan Mansapa, yang ditugasi menyebarkan dana politik uang mengaku terpaksa mengganti uang yang telah diberikan kepada sejumlah warga karena malu menagih kepada warga.
“Dia memberikan saya 23 amplop masing-masing berisi Rp 150.000. Jadi jumlahnya semua Rp 3,45 juta. Dia ngomong minta bantu dicarikan suara di TPS 07 Perumahan Nelayan, Desa Mansapa,' kata Kaharuddin, Kamis (10/4/2014). 'Setelah menerima uang, saya serahkan kepada warga sejumlah 27 orang. Saya terpaksa nombok Rp 600.000 karena ada empat warga lagi minta kepada saya,” sambungnya. Sehari pascapelaksanaan Pemilu 2014, Kaharuddin mengaku mendapat pesan singkat seluler dari Muhammad Jafar yang meminta pengembalian uang kerena Jafar hanya mendapat dua suara di TPS itu. “Saya telepon dia, dia minta kembali uangnya.
Tadi pagi ada suruhan dia mau ngambil uang, tapi tidak saya kasih karena saya mau mengembalikan sendiri,” ujar Kaharuddin. 'Saya enggak mau harga diri saya hilang.
Saya tidak mau malu dengan menagih masyarakat. Lebih baik saya bertanggung jawab mengembalikan uang,' kata dia lagi. Menurut Kaharuddin, sebenarnya tidak ada perjanjian bahwa uang harus kembali jika prediksi perolehan suara meleset. 'Dia seorang pengusaha rumput laut, saya cuma nelayan rumput laut. Saya takut,” ungkap Kaharuddin. Dikonfirmasi Kompas.com, caleg PKS Muhammad Jafar mengakui meminta kembali dana money politics karena kecewa tidak ada pemilih di TPS 07 Kampung Nelayan Mansapa.
Dia mengakui telah memberikan uang kepada Kaharuddin karena sebelumnya ada jaminan akan mendapat 23 suara di TPS 07. Uang sebesar Rp 3,4 juta lebih itu dibagi dalam 23 amplop yang masing-masing berisi Rp 150.000. By on January 20, 2014 in Programming is a part of machine learning, but machine learning is much larger than just programming.
In this post you will learn that you do not have to be a programmer to get started in machine learning or find solutions to complex problems. Programming Machine Learning Machine learning algorithms are implemented in code. Programmers like implementing algorithms themselves to really understand how an algorithm works. This can also be required to get the most from an algorithm as is tailored for a given problem. What if I’m Not a Good Programmer Photo by, some rights reserved Solving problem is more than an algorithm. For example, there is more work in defining the problem clearly, preparing the data and presenting the results.
Even the algorithms can be taken off-the-shelf and applied and tuned for a problem. Graphical Machine Learning Environments You can get a long way without touching a line of code. This is due to the great software that is available. There are three popular machine learning environments you can use that do not require any programming to get started or make great progress on a problem.: A graphical machine learning workbench. It provides an explorer that you can use to prepare data, run algorithms and review results. It also provides an experimenter where you can perform the same tasks in a controlled environment and design a batch of algorithm runs that could run for an extended period of time and then review the results.
Finally, it also provides a data flow interface where you can plug algorithms together like a flow diagram. Under the covers you can use Weka as a Java library and write programs that make use of the algorithms.: A web service where you can upload your data, prepare it and run algorithms on it. It provides clean and easy to use interfaces for configuring algorithms (decision trees) and reviewing the results.
The best feature of this service is that it is all in the cloud, meaning that all you need is a web browser to get started. It also provides an API so that if you like it you can build an application around it.: Provides a design tool for visual programming allowing you to connect together data preparation, algorithms, and result evaluation together to create machine learning “programs”. Provides over 100 widgets for the environment and also provides a Python API and library for integrating into your application. Scripting Machine Learning Environments You do not have to be an excellent programmer to write scripts that glue together components. You may consider yourself a programmer, just not a very confident programmer. Scripting is an excellent intermediate between a machine learning environment and more programming intensive solutions such as using a code library. In this section you will review two scripting environments for machine learning.: Scripting environment and library written in python providing machine learning algorithms and data preprocessing.
It provides plenty of documentation and examples for getting started.: A collection of command line tools. If orange is a graphical programming environment than waffles is a command line programming environment. Provides tools for preparing and visualizing data, running algorithms and summarizing results. It is written in C and provides a API that can be integrated into larger programs. Don’t Start With Code Whether you are a programmer or not, I recommend exploring problems in graphical and scripting machine learning environments.
I think here are benefits in not starting with code. That you can learn more, faster by applying the algorithms rather than trying to understand them intimately first. Three benefits include:. Process: Platforms like WEKA are built around the process of analysis, preparation, algorithm running and result evaluation. They can train you in the discipline of experimentation rather than on how to run an algorithm. This allows you to focus on the path from problem to solution rather than on deeply learning about machine learning. Discovery: You can discover data preparation steps you hadn’t thought of and algorithms you hadn’t heard of.
You can get explore to a lot more methods than you would if you had to research and implement each in turn or read APIs documentation to figure out what was available. Speed: You can try a lot more methods a lot faster when you don’t have to implement everything yourself or write code to realize each experiment. In this post you learned that you do not need to be a skilled programmer to get started or make progress in the field of machine learning. You learned that there are many options available and that two specific examples are graphical and scripting machine learning environments.
These environments can be used to learn machine learning and solve complex problems. Take the Next Step Are you struggling with a self-limiting belief? Grab the guide that takes you through the 5 most common self-limiting beliefs in machine learning and how to overcome each. The 25-page PDF guide is called:. Master your mindset and get confidence in yourself to get started and make progress in machine learning.
Comments are closed.
|
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |